Tegal - Seorang mahasiswa Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, memutuskan pulang dari China demi menghindari sergapan virus corona. Kota tempatnya menimba ilmu, Hangzhou, bak kota mati seiring mewabahnya virus asal Kota Wuhan itu.
Ahmad Yusuf Faishol Labib, 21 tahun, tinggal selangkah lagi menyelesaikan kuliahnya di Zhejiang Universitas Sains dan Teknologi, China. Namun, wabah virus corona yang meluas dan sudah merenggut 170 nyawa membuat kelanjutan pendidikan warga Kecamatan Adiwerna itu kini terkatung-katung.
Selasa pagi, 28 Januari 2020, Yusuf bersiap menaiki pesawat di Bandara Internasional Xiaoshan di Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Bandara di ibu kota provinsi itu ramai oleh orang-orang yang akan pergi meninggalkan China menyusul merebaknya virus corona.
Kota Zheijiang berjarak sekitar 700 kilometer dari dari Kota Wuhan, tempat virus corona muncul pertama kali. Namun, kecemasan tetap menyelimuti seluruh Kota Hangzhou. Tak terkecuali Yusuf dan ratusan warga negara Indonesia (WNI) lainnya di kota pesisir timur China itu.
Cemas akan penularan virus corona membuat Yusuf lekas-lekas ingin pulang ke Indonesia. Tak hanya dikejar oleh cepatnya penyebaran virus jenis baru itu, Yusuf juga seperti diburu waktu karena beredar informasi bahwa Pemerintah China akan menutup seluruh akses keluar-masuk atau lock down di seluruh wilayah China pada 30 Januari 2020.
"Ada informasi, tanggal 30 Januari mau di-lock down. Sehingga saya berusaha untuk cepat-cepat pulang ke Indonesia," ujar Yusuf kepada Tagar, Rabu malam 29 Januari 2020.
Yusuf menceritakan, suasana Kota Hangzhou berubah bak kota tak berpenghuni setelah virus corona mewabah. Warga setempat tak banyak yang beraktivitas di luar. Lalu lintas sepi. Aktivitas perekonomian lesu.
Seperti halnya warga setempat, Yusuf dan mahasiswa Indonesia lainnya di kota terbesar di Provinsi Zhejiang itu juga ikut terkena dampak. Mereka lebih sering berdiam di asrama yang menjadi tempat tinggal mereka sehari-hari selama menempuh pendidikan.
Jika harus keluar untuk membeli kebutuhan sehari-hari, masker, sarung tangan, dan jaket tebal dikenakan untuk melindungi diri dari paparan virus corona.
"Di bandara waktu saya pulang masih ramai orang-orang yang akan meninggalkan China. Tapi suasana di kotanya, jalan-jalan sudah sepi. Mungkin sama seperti di Wuhan, tapi saya belum pernah ke sana karena jaraknya jauh dari Hangzhou," ujar Yusuf.
Yusuf mengatakan, di Hangzhou terdapat sekitar 300 WNI. Sebagian besar merupakan mahasiswa berbagai kampus. Di tengah kecemasan terhadap penularan virus corona, sebagian dari mereka terpaksa tetap bertahan di Hangzhou.
"Sebagian sudah pulang ke Indonesia, sebagian lagi masih di sana (Hangzhou). Mereka tidak bisa pulang karena tidak punya biaya untuk pulang," ungkap Yusuf.
Ada informasi, tanggal 30 Januari mau di-lock down. Sehingga saya berusaha untuk cepat-cepat pulang ke Indonesia.
Menurutnya, tiket pesawat untuk pulang ke Indonesia masih belum sulit didapatkan setelah virus corona merebak. Namun harganya melonjak drastis. "Harga tiket pesawat ke Jakarta 1.900 yuan atau sekitar Rp 4 juta. Karena saya beli tiketnya mendadak, tidak direncanakan jauh-jauh hari. Biasanya Rp 2 jutaan," kata Yusuf.
Pesawat yang dinaiki Yusuf pulang ke Indonesia transit lebih dulu di Hongkong sebelum tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa malam, 26 Januari 2020. Perasaan lega menyeruak di dada Yusuf begitu menginjakkan kaki di Tanah Air.
Di bandara, tak ada pemeriksaan ketat. Ia hanya menjalani pemeriksaan standar, seperti x-ray dan diminta mengisi Kartu Peringatan Kesehatan. Kemudian Yusuf menginap di rumah kerabatnya di Bekasi, Jawa Barat. Keesokan harinya, Yusuf pulang ke rumah di RT 04 RW 01 Desa Lemah Duwur, Kecamatan Adiwerna, menggunakan kereta api.
Tiba di rumah sekitar pukul 18.00 WIB, Yusuf tak hanya disambut oleh orangtua, kakak, dan adiknya yang juga cemas dengan merebaknya virus corona. Empat orang petugas Dinas Kesehatan dan Puskemas Adiwerna juga hadir menyambut.
Hari itu mereka mendatangi rumah Yusuf setelah mendapat informasi terkait kepulangan anak ketiga dari empat bersaudara itu dari China. Para petugas memeriksa kondisi kesehatan Yusuf untuk mengantisipasi penularan virus corona yang muncul pertama kali di Kota Wuhan, Provinsi Hubei.
Hasilnya, lulusan Pondok Pesantren (Ponpes) Arrisalah Lirboyo, Kediri, Jawa Timur itu negatif dari paparan virus corona. "Saya diperiksa demam apa enggak, tenggorokan sakit enggak, batuk apa enggak, pusing apa enggak. Selain itu, petugas juga akan memantu kondisi kesehatan saya," ungkap Yusuf.
Yusuf mengaku sebenarnya tidak berencana untuk pulang ke Indonesia. Sebab mahasiswa jurusan Ekonomi Bisnis, dan Perdagangan China itu sudah duduk di semester akhir dan bersiap untuk menjalani program magang. "Kampus lagi libur musim dingin, tapi saya tidak berencana untuk pulang karena mau persiapan magang," tuturnya.
Yusuf belum mengetahui kapan akan kembali ke China untuk melanjutkan kuliahnya. Ia harus menunggu hingga seluruh wilayah China sudah aman dari wabah virus corona.
"Libur musim dingin satu bulan seharusnya. Tapi gara-gara masalah ini (virus corona) dari kampus dianjurkan tidak kembali ke China dulu," ucapnya. Yusuf sudah berkuliah di China sejak 2016. "Baru kali ini ada seperti ini," imbuh Yusuf.
Ibunda Yusuf, Atikah, 50 tahun, mengatakan, anaknya kuliah di China atas keinginan sendiri setelah lulus dari SMA di Ponpes Arrisalah Lirboyo. "Pas di SMA ada pelajaran Mandarin, terus gurunya juga dari China. Jadi akhirnya tertarik kuliah di China. Dia juga betah kuliah di sana," ujarnya.
Saat wabah corona ramai diberitakan, Atikah pun khawatir dengan kondisi Yusuf. Apalagi sang anak juga tidak sempat untuk menceritakan kondisinya sehingga menambah kekhawatiran ibu empat anak itu.
"Pas telepon tidak sempat cerita gimana di sana, apakah takut. Cuma bilang, mau pulang. Saya juga bilang, udah mas pulang saja. Saya langsung transfer Rp 6 juta untuk biaya pulang," ujar Atikah.
Dipantau 14 Hari
Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal langsung bergerak begitu mendapat informasi kepulangan Yusuf dari China. Pemeriksaan kesehatan dilakukan tim dari Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Puskesmas Adiwerna untuk mengantisipasi Yusuf terjangkit virus corona.
"Kami melakukan pemeriksaan sebagai upaya deteksi dini. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kesimpulannya negatif dari virus corona," ujar Kepala Seksi Surveillance dan Imunisasi Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinkes Kabupaten Tegal, Eko BP Prabowo yang memimpin tim pemeriksa Yusuf.
Kesimpulan tersebut mengacu hasil pemeriksaan yang meliputi fisik mulai dari suhu tubuh, tensi darah, denyut nadi, hingga pernapasan. Pemeriksaan juga memastikan ada tidaknya keluhan yang dirasakan dan obat yang sedang diminum.
"Suhu tidak mencapai 36 derajat celcius. Kalau keluhan yang dirasakan hasilnya negatif batuk, pilek, sakit mata, sesak napas, sakit perut. Kemudian yang bersangkutan juga tidak sedang mengonsumsi obat-obatan," jelas Eko.
Kendati hasilnya negatif, Eko mengatakan Dinkes akan tetap memantau kondisi Yusuf hingga dua pekan setelah waktu kedatangan Yusuf. Hal ini dilakukan karena masa inkubasi virus corona membutuhkan waktu selama 14 hari.
"Selama 14 hari itu, tiap hari ada tenaga kesehatan yang akan ke rumah yang bersangkutan untuk observasi kondisinya. Apakah ada keluhan atau tidak," ujar Eko.
Menurut Eko, jika selama masa pemantauan Yusuf mengalami gejala-gejala yang mengarah ke gejala terjangkit virus corona, maka akan dirujuk ke RSUD dr Soeselo, Slawi. Rumah sakit daerah ini sudah menyiapkan ruang khusus dan tenaga medis untuk penanganan pasien virus corona.
"Kami juga menyarankan Yusuf untuk mengurangi interaksi dengan keluarganya dan tidak keluar rumah dulu selama 14 hari itu," imbuh Eko. []
Baca juga:
Berita terkait
No comments:
Post a Comment