Jakarta - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman belum bisa memastikan sejauh mana dampak yang akan ditimbulkan terhadap industri atas rencana pemerintah untuk menyetop impor produk panganan dari China. "Kita belum bisa mengukur dampaknya bagi industri," katanya dalam keterangan tertulis kepada Tagar di Jakarta, Kamis,6 Februari 2020.
Dalam catatannya, komoditas yang saat ini telah dibatasi pengirimannya dari China berupa satwa hidup. Adhi menilai, langkah pemerintah untuk menghentikan impor hewan hidup telah tepat sasaran. Pasalnya, pengiriman satwa dalam keadaan bernyawa dapat meningkatkan potensi penyebaran virus corona yang memang sedang merebak di China.
Atas keadaan tersebut, pria yang juga tercatat sebagai pengusaha itu berharap para pelaku industri dalam negeri dapat memaksimalkan potensi bahan baku yang ada di Indonesia. "Untuk datanya saya belum bisa memberikan karena masih harus cek kembali," ucap Adhi.
Pada kesempatan terpisah, Ekonom Universitas Indonesia Mari Elka Pangestu mengatakan pelarangan impor hewan hidup asal China tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Menurutnya, penghentian kerjasama akibat virus corona itu tidak akan menggangu jalannya kinerja industri dalam negeri. "Mungkin kecil ya, karena kita tidak terlalu banyak impor hewan dengan China," katanya.
Mari Pangestu merupakan perempuan kedua Indonesia yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, setelah Sri Mulyani. (Foto: Instagram/@maripangestu)China selama ini memiliki market share terbesar untuk mensuplai produk buah dan sayuran impor ke Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 2018, nilai impor berbagai barang dan komoditas dari China mencapai angka 45,24 miliar dolar AS. Jumlah tersebut tumbuh 28,48 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan kebijakan penghentian sementara impor makanan dan minuman, termasuk bawang putih dari China harus mempertimbangkan proses transisi. Sebab, proses transisi penting untuk meminimalisir kerugian di pihak pelaku usaha.
"China selama ini memiliki market share terbesar untuk mensuplai produk buah dan sayuran impor ke Indonesia, sehingga apabila dihentikan harus ada proses transisi yang memadai," tutur Shinta lewat pesan singkat di Jakarta, Selasa, 4 Februari 2020 seperti dilansir dari Antara.
Selain itu, proses transisi kata dia dapat memberikan waktu pada pelaku usaha mengatur peralihan perdagangan dengan mencari substitusi dari makanan dan minuman, termasuk bawang putih yang biasanya didapatkan dari China. Dengan begitu, tidak ada kekosongan atau kekurangan pasokan pangan di pasar yang akhirnya membuat lonjakan harga pangan di pasar. Adapun produk dari China yang bisa di substitusi antara lain dari Amerika Serikat, Thailand, Australia, dan Myanmar.[]
Baca Juga:
Berita terkait
No comments:
Post a Comment