Cinta boleh buta, tapi otak dan logika bisa dibawa serta untuk menilai cinta. (Depositphotos)
TABLOIDBINTANG.COM - Dalam setiap kasus perselingkuhan, pihak perempuan secara otomatis ditempatkan di dua posisi ini, yakni sebagai korban dan sebagai “penjahat”-nya. Sementara itu, pihak laki-laki hampir tidak pernah disinggung atau dipersalahkan. Justru pemakluman lebih sering terjadi. Bahkan dari sesama kaum hawa.
Psikolog anak dan keluarga pendiri serta pengasuh Pranikah.org, Anna Surti Ariani, mencoba merumuskannya berdasarkan tatanan sosial yang berlaku, terutama di Indonesia. Pihak wanita bisa menjadi korban sekaligus dianggap yang bersalah, sementara laki-laki dianggap lebih boleh melirik perempuan lain atau bahkan menikahinya (poligami).
Kesan perempuan selalu salah tidak terhindarkan. Bahkan perempuan yang seharusnya menjadi korban (perempuan yang terikat dalam hubungan resmi) kadang dipersalahkan atas perselingkuhan suaminya dengan alasan macam-macam atau bahkan sepele. Hingga ungkapan seperti “pantas saja suaminya suka perempuan lain” terdengar wajar.
“Padahal sebetulnya, kalau salah satu pihak (perempuan atau laki-laki) sudah menjalin hubungan serius, baik itu pacaran atau menikah, maka ketika ada hubungan lain, ya keduanya (pihak itu dan selingkuhannya) salah. Bukan salah perempuan saja atau salah laki-laki saja,” kata Anna yang akrab disapa Nina. “Mereka inilah orang-orang yang kesulitan menjaga komitmen,” lanjutnya.
Penyebabnya macam-macam. Diutarakan Nina, bisa jadi seseorang yang sulit menjaga komitmen ini adalah orang yang punya masalah dengan dirinya sendiri. Misalnya, punya kebutuhan untuk dipuji yang jauh lebih besar dibandingkan yang dapat dipenuhi pasangannya atau karena ada masalah dengan pasangan. Seperti kurang puas dengan pasangan atau terus bertengkar sehingga pelaku ingin keluar dari komitmen.
“Atau bisa juga karena orang baru atau si pasangan selingkuh itu memiliki kualitas kepribadian yang beda dari pasangannya saat ini,” kata Nina. “Akan tetapi, biasanya pengaruh orang baru atau pasangan selingkuh itu tidak signifikan kalau sesungguhnya si individu ini tidak punya masalah dengan dirinya sendiri atau dengan pasangannya.”
Agar Tidak Menjadi “Wanita Pengganggu”
Tidak ada sesuatu yang tidak bisa diupayakan. Termasuk terhindar dari perselingkuhan atau yang lebih sering dikatakan cinta buta itu. Nina memberikan tip-tipnya berikut ini, terutama kepada perempuan lajang.
- Sebelum mencapai tahap cinta, setiap perempuan harus lebih dulu mengecek, benarkah laki-laki yang sedang mendekati atau Anda dekati ini masih lajang atau tidak. Jangan hanya percaya informasi dari laki-laki ini, tapi cek juga dari orang-orang yang mengenalnya.
- Mintalah untuk diperkenalkan dengan teman kantornya, sahabatnya, teman-temannya, keluarganya, dan lain-lain. Hal ini perlu dilakukan agar Anda mengetahui sisi sesungguhnya laki-laki itu. “Biar kita aman, tidak jadi korban obralan cinta,” tegas Nina.
- Jika cinta buta masih tidak bisa dikendalikan, maka perempuan perlu tegas dengan dirinya sendiri, pertanyakan juga nilai-nilai pribadinya. Contohnya, apakah mau menjadi perusak rumah tangga orang lain? Apakah senang mengganggu perempuan lain? Apakah terpikir kalau kelak akan diperlakukan sama?
- Perempuan yang ingin berhenti dari kemungkinan merusak hubungan orang lain, bisa juga membuat jaring pengaman. Sehingga, jika laki-laki ini menolak melepaskan dan malah terus mengejar, orang-orang dekat dalam jaring pengaman ini yang akan membantu menjaga dan mencegah Anda balik kepada laki-laki itu.
- Sekali lagi, selalulah bersikap kritis ketika mendapat perhatian dari orang lain. Apakah benar orang ini memperhatikan kita atau dia hanya sedang lari dari hubungan resminya. Beranilah berhenti, walau hubungan yang dijalani terasa nyaman, kalau ternyata hubungan yang dijalani adalah hubungan perselingkuhan.
Rekomendasi
No comments:
Post a Comment