Presiden Jokowi di The Caldera Toba Nomadic Escape bersama beberapa menterinya. (Foto: Tagar/Alex Siagian)
Pematangsiantar - Politikus Gerindra Gusmiyadi menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Kawasan Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut). Menurutnya, Presiden terpilih itu terlalu menggunakan diksi agresif saat membahas pengembangan pariwisata di sana, namun di sisi yang bersamaan cenderung mengabaikan peran dan potensi dari masyarakat lokal.
"Dia menggunakan diksi yang agresif untuk menunjukan niatnya mengebut pembangunan pariwisata Danau Toba yang berkelas. Namun hasil buah karya lokal (potensi) harus mampu mendampingi usaha peningkatan pembangunan pariwisata,” kata Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2019-2024 dari Fraksi Gerindra ini saat dihubungi Tagar, Selasa, 30 Juli 2019.
Gusmiyadi mencatat dua poin menarik soal kunjungan Jokowi ke Danau Toba, beberapa waktu lalu. Pertama, menurutnya, soal perbaikan kualitas produk dan brand lokal.
Kedua, mengenai kucuran anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) senilai Rp 3,5 triliun. Kedua hal ini yang ia pandang perlu dikawal terus untuk menjaga kepentingan masyarakat Sumut.
Politisi muda Gerindra ini menilai, problem pembangunan pariwisata Kawasan Danau Toba pada dasarnya bukan hanya menyoal pada pembangunan fisik objek-objek destinasi wisata saja.
Masyarakat menganggap bahwa lahan yang terdampak kawasan pembangunan adalah lahan adat yang telah mereka miliki secara turun temurun sepanjang 15 generasi.
Namun jauh dari itu semua, ia mengharapkan geliat pembangunan nantinya harus mampu melibatkan masyarakat lokal sebagai subjek strategis, sehingga tak ditemui lagi konflik soal sengketa lahan.
"Misalnya telah terjadi benih konflik terkait penguasaan lahan masyarakat adat desa Huta Ginjang, kecamatan Muara, Tapanuli Utara. Masyarakat menganggap bahwa lahan yang terdampak kawasan pembangunan adalah lahan adat yang telah mereka miliki secara turun temurun sepanjang 15 generasi. Hal yang sama tentu sangat berpotensi terjadi pada kawasan lainnya," ujar dia.
Gusmiyadi menyoroti, seharusnya kelembagaan masyarakat menjadi aspek paling strategis dalam pengembangan ini. Oleh sebab itu, pemerintah sudah sepatutnya bertanggungjawab melibatkan masyarakat secara langsung dalam pembangunan di sana.
“Penguatan kelembagaan masyarakat menjadi sebuah pintu masuk atas terciptanya kesejahteraan masyarakat Kawasan Danau Toba. Kelembagaan masyarakat ini tidak bisa dilihat secara parsial karena menjadi instrumen yang beragam berdasarkan kapasitas spesifikasi kegiatan budaya dan ekonomi," tegasnya.
Gusmiyadi menyatakan, justru kelembagaan masyarakat yang akan membantu peningkatan mentalitas, keahlian, dan penciptaan nilai-nilai masyarakat dalam memberikan kontribusi atas kegiatan pariwisata.
“Jika hal ini tercipta, maka catatan Jokowi soal kualitas produk dan brand tadi secara otomatis akan bisa terjawab, bukan sekedar harapan-harapan," kata dia.
Baca juga:
No comments:
Post a Comment