Pages

Wednesday, August 7, 2019

Anak Mengamuk, Bedakan Antara Tantrum dengan Sensory Meltdown

Anak Mengamuk, Bedakan Antara Tantrum dengan Sensory Meltdown

Ketika anak menangis meraung-raung tanpa sebab yang jelas, orang tua sering kali langsung berkesimpulan bahwa sang anak mengalami tantrum. (Depositphotos)

TABLOIDBINTANG.COM - Ketika anak menangis meraung-raung tanpa sebab yang jelas, orang tua sering kali langsung berkesimpulan bahwa sang anak mengalami tantrum. Padahal belum tentu, lo! Bedakan tantrum dengan sensory meltdown atau emosi yang lepas kendali akibat terlalu banyak rangsangan sensorik. Meski terlihat sama, terutama di bagian anak menangis meraung-raung, penyebab dan cara menghadapi anak yang tantrum dengan anak yang mengalami sensory meltdown berbeda.

Kenali Perbedaannya

Pembeda tantrum dengan sensory meltdown pada anak adalah pemicunya. Tantrum adalah emosi anak yang tidak terkendali akibat kegagalan menyampaikan keinginan. Anak-anak yang kemampuan bicaranya belum maksimal atau mengalami gangguan kemampuan bicara biasanya lebih banyak mengalami tantrum. Penyebabnya, mereka marah dan frustrasi akibat keinginannya tidak dipahami orang tua. Misalnya, anak tidak berhasil memenangkan permainan, merasa tidak diperhatikan orang tua, atau tidak mendapat mainan yang diinginkannya.

Lalu apa bedanya dengan sensory meltdown? Sangat berbeda, kata Amanda Morin, pakar masalah keluarga dan anak di laman understood.org sekaligus penulis buku The Everything Parent's Guide to Special Education. “Tantrum adalah ledakan emosi yang terjadi ketika anak berusaha mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Sedangkan meltdown, reaksi atas perasaan tidak nyaman dan kewalahan,” jelas Amanda Morin.

(Depositphotos)

(Depositphotos)

Pada kasus sensory meltdown, emosi dan tangisan anak dipicu oleh terlalu banyak rangsangan sensorik yang diterima anak sehingga mereka merasa kewalahan, kelelahan, dan tidak nyaman. Perasaan tidak nyaman misalnya muncul ketika berada di tempat yang terlalu ramai, terlalu terang, terlalu berisik, dan terlalu banyak orang yang menyentuh mereka. “Begini cara membayangkan tentang terlalu banyak rangsangan sensorik. Bayangkan ketika Anda menuang air ke dalam botol kecil. Ada air yang masuk ke botol, ada pula air yang sulit masuk dan tumpah. Seperti itulah sensory meltdown terjadi, ” Morin menggambarkan.

Suara berisik di taman hiburan atau terlalu banyak menjajal baju di pusat perbelanjaan merupakan rangsangan sensorik yang terkadang tidak sanggup diterima oleh anak. Ketika anak merasa kewalahan, respons mereka adalah berteriak, menangis, dan menolak apa pun yang Anda berikan. Bagian ini mirip dengan tantrum.

Beda Penanganan

Mengingat penyebabnya berbeda, cara menangani anak yang menangis karena tantrum dan karena sensory meltdown berbeda. Perlu diingat, ketika mengalami tantrum, ada keinginan anak yang tidak tersampaikan atau tidak didapat. Mereka akan berhenti setelah keinginannya terpenuhi, setelah menyadari aksinya tidak akan membuahkan hasil, atau setelah orang tua berhasil memberikan pemahaman.

Sedangkan dalam kasus sensory meltdown, anak bahkan tidak tahu apa yang diinginkannya. Semua reaksi dan emosi mereka di luar kontrol. “Meltdown biasanya berakhir dengan dua cara. Yaitu ketika anak merasa lelah dan ketika rangsangan sensorik yang diterima anak berkurang,” urai Morin. Ketika anak menangis di ruang terbuka, ramai, dan bising, cobalah berpindah ke tempat yang lebih sejuk dan tenang. Jangan egois dan memaksakan kehendak orang tua.

Mengetahui perbedaan antara tantrum dengan meltdown merupakan kunci untuk membantu anak melalui masa sulit dan meredakan emosi mereka. “Ini juga membantu untuk menemukan ide yang lebih baik untuk mencari jalan keluar di situasi yang sangat menantang seperti ketika anak menangis meraung-raung,” pungkas Morin.

(riz)

Rekomendasi

Let's block ads! (Why?)

https://aura.tabloidbintang.com/articles/parenting/134539-anak-mengamuk-bedakan-antara-tantrum-dengan-sensory-meltdown

No comments:

Post a Comment