TABLOIDBINTANG.COM - Proses voting untuk memilih para pemenang Perempuan Bintang Awards (PBA) 2018 tengah berlangsung. Voting terbuka untuk umum dan akan ditutup pada 14 Desember mendatang.
Bagi 30 pemilih beruntung akan mendapat kenangan-kenangan dari Media Bintang Indonesia. Malam puncak PBA 2018 akan berlangsung pada 18 Desember 2018.
Perempuan Bintang Awards 2018 merupakan ajang penghargaan untuk perempuan-perempuan Indonesia. Anugerah ini untuk mengapresiasi pencapaian, karya, usaha, pengabdian, aktualisasi diri para perempuan Indonesia.
Total terdapat 9 kategori utama dan 3 kategori penghargaan khusus dalam ajang PBA 2018. Setiap kategori terdapat masing-masing 3 pemenang.
Di bagian ketiga, mari kita mengenal 6 nominasi berikut.
Susy Susanti (Bintang Olahraga)
Susy berjasa membawa pulang medali emas pertama untuk Indonesia di ajang Olimpiade. Wanita kelahiran Tasikmalaya ini mempersembahkan emas lewat nomor tunggal putri bulu tangkis dalam ajang Olimpiade tahun 1992 yang digelar di Barcelona, Spanyol. Bersama dengan kekasihnya kala itu, Alan Budikusuma, keduanya dijuluki sebagai Pasangan Emas Olimpiade. Usai ajang itu, prestasi Susy tetap berlanjut. Pada Olimpiade 1996, Susy meraih medali perunggu. Ia juga mengoleksi 4 medali All England.
Di nomor beregu putri, Susy juga beberapa kali memenangi turnamen. Di antaranya, juara SEA GAMES 5 kali berturut-turut dari tahun 1987-1995. Istri Alan Budikusuma ini memutuskan gantung raket di tahun 1998. Susy yang tengah hamil kala itu mengurungkan niat untuk mengikuti Asian Games. Berkat segudang prestasinya ini, Susy dianugerahi Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama 1992. Nama ibu 3 anak ini juga tercatat di Badminton Hall of Fame pada tahun 2004.
Mira Lesmana (Bintang Seni dan Budaya)
Mira Lesmana mendirikan rumah produksi MILES FILMS di tahun 1995 bermodalkan 8 tahun pengalamannya di dunia periklanan. Lulusan sarjana Institut Kesenian Jakarta ini mulai dikenal ketika memproduksi serial dokudrama Anak Seribu Pulau. Mira kemudian fokus menjadi produser film layar lebar. Lewat Sherina (2000) dan Ada Apa Dengan Cinta? (2002), Mira membangkitkan minat masyarakat Indonesia untuk kembali menonton film. Kedua film tersebut juga masuk dalam daftar film box office di Indonesia.
Film-film karya Mira kaya akan keberagaman dan kerap meraih berbagai penghargaan. Salah satunya, film Laskar Pelangi (2008) yang sempat dinobatkan sebagai film terlaris Indonesia sepanjang masa pada tahun 2008 lalu. Laskar Pelangi juga terseleksi pada program bergengsi Panorama pada Berlinale 2009. Mira juga berjasa memenangkan 6 piala Citra pada Festival Film Indonesia 2016 lewat film Athirah (2016). Total, Mira telah memproduseri 16 film layar lebar dan sejumlah film pendek. Selain sebagai produser, Mira juga merupakan penulis ratusan lirik lagu dan ikut serta menulis skenario beberapa film-filmnya.
Ligwina Hananto (Bintang Profesi)
Cemas akan gaya hidup konsumtif dan pentingnya perencanaan keuangan, Ligwina mendirikan QM Financial di tahun 2003. Ia mulai dengan mengirimkan 100 SMS penawaran jasa perencanaan keuangan. Hanya sedikit yang membalas, sebagian lagi justru menertawakan wanita yang akrab disapa Wina ini. Selama 3 tahun pertama, magister Administrasi Bisnis IPMI Business School ini hanya mengelola belasan klien. Sadar banyak kliennya berusia muda dan merupakan pendengar radio, Wina menawarkan diri melakukan siaran tentang perencana keuangan di Hard Rock FM. Upaya ini yang menjadi titik balik QM Fnancial. Kini, QM Financial memiliki klien tak kurang dari 400 orang.
Bagi Wina, bisnis perencana jasa keuangan bukan untuk mencari laba semata. Penggagas situs informasi seputar finansial, Plan.id ini mengungkapkan keuangan keluarga harus mulai memasuki pasar investasi. Bukan hanya memastikan kehidupan keluarga aman di masa depan tapi juga memperkuat modal pasar saham dalam negeri. Wanita yang masih aktif siaran di beberapa radio ini juga memberikan edukasi pada masyarakat tentang pentingnya perencanaan keuangan.
Dewi Muliaty (Bintang Profesional)
PT Prodia Widyahusada Tbk (Prodia) merupakan salah satu laboratorium klinik ternama di Indonesia. Prodia telah memperoleh akreditasi dari laboratorium medis paling bergengsi di dunia, College of American Pathologists. Pencapaian ini mustahil terwujud tanpa campur tangan Direktur Utama Prodia, Dewi Muliaty. Ia ikut membangun Prodia sejak awal dari posisi asisten manajer Teknis-QC bersama pendiri Andi Wijaya, hingga sekarang.
Demi mempertahankan kualitas layanan, semua laboratorium klinik Prodia dikelola sendiri, bukan waralaba. Dewi juga melakukan berbagai inovasi. Di antaranya, mengembangkan klinik khusus perempuan di Jakarta, klinik khusus anak di Jakarta dan Surabaya. Beberapa pemeriksaan baru juga ditambahkan. Kini, klinik Prodia tersebar di seantero Indonesia. Prodia telah mengoperasikan 273 outlet layanan di 31 provinsi.
Jihan Malik (Bintang UKM)
Bisnis hijab tumbuh subur di Indonesia. Salah satu yang ikut merasakannya adalah Jihan Malik dengan toko daring Heaven Lights. Berawal dari iseng, Jihan membuka toko hijabnya di tahun 2013. Ia melakukan promo-promo spam di akun Instagram orang lain. Cara ini menurutnya efektif kala itu. Di tahun 2014, wanita keturunan Arab ini mendapatkan 10 ribu pengikut. Setelahnya, ia memberanikan diri membuat label Heaven Lights.
Jihan fokus membuat hijab dengan bahan yang nyaman dikenakan sehari-hari. Usaha Jihan ini mengundang peminat yang luar biasa. Di tahun 2018, ia pernah menjual hijab voile seharga Rp 90 ribu hingga 30 ribu helai hanya dalam waktu 5 menit. Jihan mengaku hijab voile Heaven Lights memiliki kualitas yang sama dengan desainer populer. Bedanya, para desainer ternama membanderol harga lebih tinggi.
Herawati Sudoyo (Bintang Ilmiah)
dr. Herawati Sudoyo, M.S., Ph.D merupakan ahli DNA forensik Indonesia. Ia dinilai telah meletakkan dasar pemeriksaan DNA forensik untuk identifikasi pelaku bom bunuh diri. Metode Hera berawal dari Bom Kedubes Australia tahun 2004. Kejadian ini memakan 10 korban jiwa dan mencederai lebih dari 180 orang. Ketika itu, pihak polisi kesulitan mengidentifikasi pelaku akibat mobil boks yang mengangkut bom hancur total. Tak tersisa bagian tubuh yang bisa diidentifikasi dengan metode konvensional seperti sidik jari, profil gigi, dan pengenalan wajah.
Akhirnya, solusi dengan identifikasi DNA dilakukan. Pengembangan strategi pengumpulan dan pemeriksaan serpihan tubuh berbasis prediksi trajektori ledakan bom dan posisi pelaku juga dilaksanakan. Teori yang dikembangkan tim Hera bersama Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri ini tepat. Hasilnya, pelaku berhasil diidentifikasi kurang dari 2 minggu. Teknik yang disebut Disaster Perpetrator Identification (DPI) ini melengkapi Disaster Victim Identification (DVI). Berkat prestasi ini, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini menerima Habibie Award di tahun 2008.
https://www.tabloidbintang.com/berita/sosok/read/117584/mengenal-para-pemenang-perempuan-bintang-awards-2018-bagian-3
No comments:
Post a Comment